Penghasil Gula Merah Di Bone Mengikuti Lomba Desa Tingkat Provinsi Sul-Sel
- 05.06
- By Ibupetani
- 0 Comments
Suasana acara perlombaan desa Bana
Pict by Kires
Beberapa program pemberdayaan telah
memasuki tahap pelaporan satu tahun dan saya rehat sejenak untuk menyusun
rencana kegiatan selanjutnya. Saya mengingat bahwa hari ini harus menghadiri kegiatan teman fasilitator di desa dampingan yang berada di desa Bana tepatnya Kecamatan
Bontocani Kabupaten Bone. Letak geografis desa Bana berada di bagian Bone
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai. Secara topografi, jalur akses untuk
sampai ke desa Bana cukup ekstrim. Dikelilingi hamparan gunung, sisi kiri dan
kanan jurang dan infrastruktur jalan berbatu dan sempit membuat jarak tempuh
untuk tiba di kota desa Bana menghabiskan waktu sekitar satu jam padahal
jaraknya dari kelurahan Palattae hanya 12 km.
Karena mobil yang kami kendarai tidak
memungkinkan untuk menanjaki jalan ke Bana, kami melihat beberapa mobil pak
Polisi berjejeran menunggu tim penilai dari provinsi. Cukup ramah Bapak Polisi ini
mereka menawari kami untuk menumpangi kendaraannya. Karena saya seorang
perempuan jadi wajib untuk duduk di depan ujar Pak Polisi. Makasih Pak, yah! Tak
lama menunggu seluruh anggota menaiki sisi belakang mobil tiba-tiba mereka membatalkan keberangkatan karena muatan
terlalu banyak dan sang Driver kurang yakin dengan kondisi jalan karena licin
pasca hujan semalam. Terpaksa saya menunggu
mobil yang siap melewati jalur evakuasi lagi.
Saya beruntung bisa menaiki mobil
salah satu pejabat Kabupaten Bone, tak sempat kenalan karena kondisi jalan yang
begitu parah membuat saya tegang dan hanya bisa diam sambil berucap mengingat
Tuhan ketika ban mobil sedikit terpeleset. Sambil menikmati pemandangan yang begitu asri,
wajah para warga yang lugu menyambut para pejabat dan mobil mewah yang melintas
di depan rumah mereka. Rasa bangga dan haru terlihat dari senyum mereka ketika
melihat para pejabat dan orang baru memasuki wilayahnya.
Melihat beberapa mobil plat merah
terparkir rapi di sisi lapangan, para anak sekolahan berseragam lengkap merah
putih menunggu kedatangan tim provinsi menjadi pemandangan yang begitu mewah. Beberapa
warga mulai berdatangan menghampiri tenda yang telah disediakan oleh aparat
pemerintahan, mereka ingin menyaksikan wajah para pejabat pemerintahan
kabupaten Bone dan Provinsi Sulawesi selatan.
Masyarakat mulai berdatangan
Pict by Kires
Anak sekolah dasar menyambut kedatangan tim penilai
Pict by Kires
Bana berasal dari dua kata lokal, ba
artinya iya dan na artinya panggilan untuk anak. Bana adalah iya anak yang
berarti menyepakati semua program yang dijalankan pemerintah atau pejabat
tertinggi yang sejalan dengan visi masyarakat setempat. Begitu kata pak Ishak
selaku kepala desa Bana yang secara perawakan cukup mirip dengan bapak Presiden
RI saat ini. Desa bana terbagi atas enam dusun yakni dusun Oro, Bana Tengah,
Bana, Paku, Cippaga dan Pao.
Selain program pemerintah yang
dijalankan beberapa kegiatan lain diinisiasi langsung oleh masyarakat desa yang
mereka sebut sebagai program Siamasei. Program Siamasei adalah program
partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya warga lokal. Beberapa
program produktif telah dibuat oleh masyarakat seperti teknologi tepat guna
yakni pupuk organik cair, pestisida alami dan mengembangkan industri rumah
tangga yaitu jahe instan pada tahun 2014 dipelopori oleh penggerak PKK. Sejak
turun temurun desa Bana terkenal dengan penghasil madu dan gula merah, selain
itu tahun 2015 desa Bana telah menghasilkan durian otong seluas 5 ha yang
dibudidayakan sendiri oleh petani lokal. Ini yang menjadi ikon tersendiri desa
Bana dan memasarkan beberapa hasil produk hasil bumi yang melimpah dalam ajang
perlombaan desa tingkat provinsi.
Yang menarik perhatian saya selama
mengelilingi kota desa Bana, semua pintu rumah warga terpasang pentongan dan
ember kecil yang bergantung disisi dinding rumah. Saya bertanya dan akhirnya
mendapat jawaban dari salah satu warga yang melintas. Maksud dari pentongan
tersebut adalah alat untuk membunyikan ketika terdapat tanda bahaya, sedangkan
ember kecil itu adalah ketika pemilik rumah hendak memasak untuk asupan setiap
hari mereka menyisihkan beras segenggam untuk disimpan di ember tersebut. Gunanya
ketika terkumpul banyak, beras tersebut diberikan ke kaum duafa dan tetangga
yang membutuhkan. Benar-benar mulia, kesederhanan mereka tidak membuat jiwa
kedermawanan dihilangkan dan betul bahwa kepedulian antar sesama menjadi
tradisi masyarakat desa lokal. Sangat inspiratif!
Salah satu rumah warga yang memasang pentongan dan ember
sebagai tradisi desa Bana
Pict by Kires
Dan, desa yang memenangkan lomba akan menjadi desa percontohan diseluruh provinsi sulawesi selatan, semoga desa Bana bisa menjadi perwakilan.
Beberapa agenda seremonial sudah saya
ikuti, saatnya beranjak pulang dan harus kembali mencari tumpangan untuk ke
kelurahan Bontocani. Dua orang teman saya kembali menaingi mobil aparat
kepolisian dan saya, lagi! merasakan duduk di kursi mobil mewah Kepala Bidang
Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bone. Terima Kasih, Lagi.