Dalam
sejarahnya, wanita pada zaman sebelum Al quran turun, tidaklah lebih berharga
daripada barang. Yang bisa dimiliki, bisa diperlakukan seenaknya. Dan kedudukan
wanita pun sangat rendah. Saat itu jika seseorang memiliki bayi perempuan yang
baru lahir, maka buat mereka itu adalah aib. Tak sedikit anak perempuan yang
lahir itu dikubur hidup-hidup. Perempuan dewasa pun nasibnya tidak lebih baik.
Seorang wanita bisa di pergilirkan oleh beberapa pria.
pict by google.copyright.
Terdapat beberapa pandangan
tentang perempuan yaitu sebelum datangnya islam dan ketika islam datang. Pada
saat sebelum datangnya islam, menurut pemikiran yunani kuno (socrates
mengatakan bahwa dua orang bersahabat itu harus meminjamkan istrinya, pendapat
lain yaitu bapak plato berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki tidak ada
perbedaan sedangkan aristoteles mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki
berbeda dalam wilayah kualitas dan kuantitas), Italia (perempuan dianggap
barang yang berharga, jadi perempuan itu harus disembunyikan karna jika
ditampakkan akan membuat orang lain ingin memilikinya), pandangan hindu
kuno/India( ketika seorang suami meninggal dunia, maka istrinya juga ikut
dibakar), sedangkan pada zaman jahiliyah/arab kuno (perempuan harus dikubur
hidup-hidup, dan merupakan aib ketika melahirkan seorang anak perempuan).
Dan ketika islam datang, dimana
konsep islam sebagai jalan keselamatan untuk mencapai kesempurnaan dengan jalan
Tuhan. Maka konsep kenabian yang dipahami dalam islam merupakan penunjuk jalan,
seperti pada nabi Muhammad SAW yang memberikan contoh perlakuan yang
sesungguhya terhadap anak perempuan, menunjukkan bahwa sangat membanggakan
ketika memiliki anak seorang perempuan dan itu diperlihatkan pada setiap orang
masa itu, bahkan nabi Muhammad SAW berkata bahwa konsep kepemimpinan terdapat
pada anaknya fatimah az zahra serta menyebut fatimah sebagai wanita penghulu
surga. Subhanallah J
Lantas bagaimana Islam memandang
wanita? Apakah Islam menghargai wanita? Kedudukan pria dan wanita
dihadapan Allah adalah sama. Hanya ketaqwaanlah yang dinilai oleh Allah. Hal
ini dapat kita lihat sebagaimana di surat At Taubah,
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah
menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat)
surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan
(mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah
lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS At taubah : 71-72)
Kedua ayat ini menegaskan bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan sama dihadapan Tuhan. Tidaklah wanita itu
lebih rendah kedudukannya daripada pria. Jelas sudah bagaimana kedudukan
wanita dalam Islam. Ditempatkan dalam kedudukan sejajar dengan pria. Memiliki
kewajiban yang sama dihadapan Allah untuk berbuat kebaikan dan menolak
kejahatan, dan kewajiban ibadah yang sama. Namun dalam menjalankan kewajiban
tersebut Islam mengakomodasi keistimewaan pria dan wanita. Pria dan wanita
diciptakan oleh Allah dengan kondisi fisik, emosi dan psikologis yang berbeda.
Pria diciptakan dengan kondisi fisik yang lebih kuat, dan lebih berpikir
mengutamakan logika. Hal ini untuk mengakomodir tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan dan melindungi keluarganya. Sedangkan wanita diciptakan dengan kondisi
fisik yang tak sekuat pria, namun dengan hati yang sangat lembut dan lebih
penyayang. Naluri ini membentuk naluri keibuan yang menjadi ciri istimewa
seorang wanita. Kombinasi ketegasan pria dan kelembutan serta sifat penyayang
wanita menjadi suatu sifat yang saling melengkapi.
Adanya laki-laki sebagai pemimpin
dalam rumah tangga bukan merupakan suatu penghinaan bagi perempuan, karna secara peran pemimpin rumah
tangga itu sebagai kemewahan atau disamakan dengan jabatan. Kita harus melihat hal
ini dari kacamata Islam. Kacamata yang menimbangkan dunia dan akhirat. Menjadi
pemimpin berarti harus berpikir keras memberikan keputusan yang terbaik
bagi keluarganya. Harus mencarikan penghidupan yang terbaik yang halal dan
mengarahkan bahtera keluarganya. Dan yang terpenting, bertanggung jawab atas
keluarganya, tidak hanya di dunia, namun terlebih di akhirat nanti. Sebaliknya
bahwa ibu rumah tangga bukan suatu penjajahan bagi perempuan tetapi itu
merupakan sesuatu yang mulia dan tak bernilai.
Namun kesalahpahaman kerap kali
terjadi ketika menemui beberapa tuntunan Islam yang berhubungan dengan
memperlakukan wanita. Diantaranya yang kerap menjadi pertanyaan mengapa
pembagian waris untuk wanita lebih sedikit daripada pria? Apakah ini semacam
diskriminasi? Sebaiknya ketika membahas hal-hal seperti ini yang utama adalah
melihat secara menyeluruh pandangan Islam terhadap wanita. Tidak melihatnya
sebagian-sebagian. Termasuk ketika membicarakan hak waris bagi wanita.Hal itu
dasarkan kepada
ketentuan Allah dalam surat An Nisa,
“Allah
mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan…”
(QS An Nisa : 11)
Ayat ini memberikan
ketentuan-kententuan waris secara umum dalam Islam. Ketika melihat ketentuan
ini, baiknya kita kembali kepada konsep Islam mengenai pria dan wanita. Pria
dituntut menjadi pencari nafkah dan pemberi mahar ketika menikah. Maka semua
kebutuhan rumah tangga dibebankan kepadanya. Sedangkan wanita dalam hal ini menjadi
tanggungan suaminya. Maka yang adil adalah bukan memberikan secara rata. Namun
membagi sesuai porsinya.Bahkan jika ditelisik lebih lanjut ada kondisi-kondisi
khusus dalam Islam yang menentukan bagian perempuan sama bahkan lebih besar
daripada laki-laki.
Dan pada dasarnya perempuan
memiliki kodrat yaitu rahim. Rahim merupakan manifestasi dari sifat Allah yaitu
Ar Rahman, sifat kelemahlembutan yang ditampakkan sisi keindahan dan feminitas.
Dan itu merupakan kedekatan paling tinggi dengan Tuhan.
Wallahuallam ...........