Pict by https://www.google.co.id/
kisah ketika di daerah dampingan..
Suara
teriakan anak kecil yang sedang bermain di dalam pasar ketika saya berjalan ke
dusun Bilipu untuk menunaikan sholat sunnah Tarwih malam ini. menempuh jarak
sekitar satu kilo dari rumah untuk sampai ke mesjid nurul hidayah samping pasar
Abbumpungeng. Malam hari selepas berbuka anak-anak menunggu adzan isya sambil
berkumpul di daerah pasar, ada juga ibu-ibu yang menjual somai dan kerupuk.
Karena adzan mesjid belum berkumandang, saya dan ifa mampir ke puang sitti yang
sedang sibuk menggoreng somai. Dagangannya ramai dikerumuni anak-anak dusun.
Sekitar
sepuluh anak dan beberapa pemuda yang nongkrong di pasar gelap-gelapan, mereka
Cuma duduk saja sambil merokok. Sebagian anak ada yang nunggu somai puang sitti
masak, lima anak lainnya bermain mayang-mayang pompang. Mayang-mayang pompang
atau sering dikenal sebagai permainan batu gunting kertas menjadi tontonan seru
kali ini. Satu anak perempuan yang tak mau kalah ikut ambil bagian dengan
keempat anak laki-laki. Yang kalah main mayang-mayang pompang harus tinggal
sendiri dan tugasnya menyentuh teman yang lain yang sedang berdiri di
balai-balai. Kalau tak ada satupun yang tersentuh, anak kalah ini yang
terus-terusan jadi umpan bagi teman-temannya.
Aroma
harum dari siomai puang sitti tak kalah menarik perhatian. Kalau di Makassar
siomai dicampur daging, milik puang sitti dicampur kentang kadang juga tahu
jadi rasanya kayak perkedel cuma pakai lapisan telur kocok. Anak yang sedang
menunggu sudah ngiler, begitupun dengan saya. Maklumlah, berjalan selama sekilo
langsung lapar kembali sehabis buka puasa tadi.
Ketika
suara adzan mulai berkumandang, mereka berlarian dan yang membuat saya
tercengang sesaat ketika tiga orang anak laki-laki keluar dari kerumunan pemuda
ditempat gelap dengan membawa sebatang rokok ditangannya. Dengan santai
menghisap dan mengeluarkan asap rokok dengan mulutnya. Para pemuda dan beberapa
orang tua yang sedang lalu lalang di daerah pasar tak heran melihatnya, Cuma saya
dan ifa yang menatap mereka pergi dengan sebuah motor.
“begitu
memang anak-anaknya disini kah?’tanysaya ke ifa
“iye
kak, apalagi di dusun sini, banyak yang putus sekolah makanya begitumi
pergaulannya malah orang tuanya santaiji liat” kata ifa.
Tak
heran jika mereka bersikap seperti itu, mereka bahkan tak peduli dengan orang
disekitarnya karena faktor pergaulan. Pemuda dan anak-anak yang seharusnya
memiliki pergaulan yang baik, sikap dan akhlak yang sopan menjadi bekal untuk
mereka kelak nanti menjadi pemimpin generasi bangsa. Belum terlambat bagiku
untuk memperbaiki itu, dengan niat dan tekad yang baik. Tuhan selalu bersama
orang-orang yang sabar dan berikhtiar dalam memenuhi kewajiban UUD 1945 “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Mecerdaskan fikiran, akhlak dan tindakan para pemuda generasi penerus.
Setelah
sholat tarwih, kami pulang dan harus menempuh kembali jarak satu kilo untuk
sampai di rumah dengan jalan kaki. Hujan mengguyur tiba-tiba jadi saya mampir
lagi di warung puang sitti sambil nunggu pesanan ifha untuk bekal pulang.
Alhasil sampai rumah badan dan betis jadi pegal-pegal kembali karena siang tadi
melsayakan transek satu dusun dengan jarak 1800 m ditambah perjuangan malam
ini, menjadikan tidurku tampaknya nyenyak malam ini. Sebelum istirahat, saya
masih disambut dengan rutinitas lain. Selamat malam tumpukan kaca.
0 komentar