Ada Uang Ada Suara

"Caleg ki, uang ta pade".
Kata yang sering dilontarkan oleh salah seorang warga di salah satu perkampungan yang sering dijuluki Butta Turatea. Salah seorang pemuda yang tengah asyik duduk di halaman rumah, memandangi setiap orang yang lalu lalang dengan menggunakan kendaraan. Setiap kendaraan yang lewat, satu kalimat yang sering di ucapkan. " caleg ki,,, caleg ki,,,," (dialek makassar). 
Kata ini sudah lumrah di setiap kalangan bahkan anak kecil pun yang sedang duduk disampingnya ikut berteriak dan memandangi kendaraan yang lewat. 
Ini suatu tradisi atau mainan setiap remaja menjelang pemilihan calon legislatif, setiap tahunnya hampir sekitar ribuan orang yang mencalonkan untuk mendapat kursi jabatan di daerah masing-masing. Hal ini sudah menjadi paradigma masyarakat bahwa yang berada di deretan kursi mewah itu adalah orang berduit. dan salah satu taktik yang dilakukan beberapa caleg adalah dengan menyuap warga untuk memilih mereka ketika pemilihan nantinya. Berbagai macam cara yang dilakukan, terdapat calon yang terjun langsung ke masyarakat sosialisasi dan menawarkan janji palsu mereka. contohnya, menyuap dengan uang sebesar 100 ribu besertakan minyak goreng dan gula pasir satu kilo, ada yang menyodorkan uang yang lebih besar lagi dan bahkan simbolisasi agama yang mereka gunakan untuk mencari suara, mukennah yang orang muslim gunakan untuk beribadah digunakan untuk barang suap agar mereka dipilih. 
Sungguh menyedihkan daerah yang mengalami hal yang seperti ini, dan kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di satu daerah saja bahkan di beberapa daerah pun seperti itu yang berdalih pada modal dan barang apa yang mereka tawarkan. 
"semakin tinggi harga barang yang anda berikan, semakin berpotensi untuk anda saya coblos, tapi tunggu dulu caleg yang lainnya". Paradigma masyarakat yang perlu diubah atau kelakuan beberapa caleg yang membuat kondisi seperti ini, bahkan cerita lucu yang pernah terjadi di daerah garam ini, brosur salah satu calon kepala desa disebar dengan meletakkan di halaman rumah masing-masing warga dan niat agar brosurnya tidak terbuang di tutupi dengan batu kecil. dan kejadian ini pada malam hari. Kata salah seorang warga, bagaimana mereka dipilih bahkan dikenal dan cara sosialisasinya pun sudah sembunyi-sembunyi.
Cerita ini menggelitik karena beberapa orang berfikir bahwa kenapa calon wakil rakyat bertingkah laku seperti ini, belum mendapat jabatan sudah main gelap-gelapan apalagi ketika bokong mereka sudah duduk di kursi yang empuk.  Apakah caleg hari ini kurang metodologi untuk sosialisasi untuk menabur janji-janji palsu mereka, belum lagi janji palsu, sosialisasi saja masih miskin metode, sepertinya, fikiran mereka dipersempit dengan selembar kertas yang terpajang foto pahlawan dan berjejeran kertas berwarna dan bernilai diotak berangkas mereka. Memangnya uang dan barang berharga bisa jadi jaminan.?
salah seorang petuah pernah berkata, "walaupun banyak uang itu menyenangkan tapi titik puncak kesenangan adalah ketika saya banyak pendukung".:)

Sedikit cerita dari daerah julukan kota kuda, jeneponto. 









You Might Also Like

0 komentar